ASAL USUL (LEGENDA) DESA KERTOSARI, ULUJAMI, PEMALANG
Desa
Kertosari berasal dari gabungan desa Selumbung dan desa Opok. Nama Kertosari
dikenal sekitar tahun 1900an, Kertosari
berasal dari kata Kerto dan Sari, Kerto artinya Tertata dan Sari
artinya tepung (pati). Jadi desa Kertosari mempunyai arti desa yang terbentuk
dari tertatanya / kemakmuran penduduk yang bersumber dari hasil padi yang melimpah ruah sehingga waktu itu hasil
padinya dapat menopang kebutuhan hidup sehari-hari tanpa harus membeli padi
dari desa lain, karena 75 % wilayahn Kertosari terdiri dari sawah yang membujur di sebelah
barat dan timur desa dari ujung selatan hingga pantai.
Dulu
desa Kertosari dikenal orang dengan desa Selumbung (wilayah selatan) dan desa
Opok (wilayah utara), kedua desa itu dibatasi dukuh Blendung Wetan.
Asal
mula nama Selumbung
Selumbung
berasal dari kata ‘Lumbung”
Seperti dijelaskan di atas bahwa tanah di desa
Selumbung sangat subur tidak hanya sawahnya saja tanah daratnyapun sangat subur
dan sebagai penghasil padi sehingga
banyak didatangi berbagai macam burung pemakan padi. Karena tanahnya subur
hingga pepohonan yang tumbuh di desa itu juga rimbun dan besar-besar. Konon
waktu itu di tengah-tengah desa tumbuh pohon Kecacil yang besar da
rimbun, karena besar dan umurnya sudah tua maka pohon itupun rapuk dan
berlubang bagaikan gua kecil, karena
pohon itu tumbuh di tanah yang jauh dari pemukiman dan memang waktu itu
pendudunya masih sangat jarang, sampai pada suatu hari ada sekelompok burung Betet sejenis kakak tua
mengumpulkan gabah (buliran padi ) di lubang pohon Kecacil itu sampai penuh
hingga menyeruapi lumbung (tempat penyimpanan padi). Penduduk di sekitar pohon
itu berdatangan melihat pohon itu. Setiap orang yang melihat tercengang melihanya keanehan sekelompok burung Betet
yang bisa mengumpulkan padi sampai menyerupai lumbung. Akhirnya sejak saat itu
penduduk sekitar menyebutnya daerah Selumbung.
Lain
halnya dengan desa Opok
sumber yang
menjelaskan,asal nama Opok.
Opok berasal dari
kata opok-opok, opok-opok, opok-opok,
bunyi dari ikan yang berlari di permukaan air.Mulanya Pada tahun 1628 pasukan
Sultan Agung Hanyokrokusumo Raja Kerajaan Mataram hendak menyerang penjajah
Belanda di Batavia yang telah menguasai
bangsa Indonesia sejak tahu 1596. Penyerangan dipimpin oleh Baurekso,
namun penyerangan yang pertama gagal karena terjadi wabah penyakit. Pada tahun
1629, Sultan Agung kembali memerintahkan pasukan Mataran untuk menyerang
Batavia. Penyerangan ini dipimpin oleh Dipati Puger dan Dipati
Purbaya. Sebelum penyerangan dilaksanakan persiapan dilakukan dengan baik,
termasuk membangun lumbung-lumbung padi di sekitar perjalanan pasukan.
Semua
prajuri diberangkatkan baik melalui jalur darat maupun jalur laut. Perjalanan
darat ditempuh dengan berjalan kaki dan
sebagian berkuda denganmenelusuri desa dan hutan dan memakan waktu yang
cukuplama. Sepanjang perjalanan dari Mataram (Surakarta ) sampai Batavia banyak
rintangan baik jalan yang dilalui maupun penduduk. Penduduk yang patuh dan
tunduk dengan Belanda akan menghadang dan menghalau agar pasukan Sultan Agung
mengurungkan penyerangan ke Batavia, sedangkan bagi penduduk yang anti Belanda
selalu memberi dukungan dan bantuan
kepada prajurit di sepanjang jalan yang dilaluinya. Di samping itu rakyat yang
loyal terhadap Sultan Agung menyiapkan gudang-gudang logistik di daerah
Pemalang, Tegal dan perbatasan Jawa Barat. Namun rencana ini bocor ke tangan
VOC dan akhirnya lumbung-lumbung padi tersebut dibakar oleh Belanda.
Perjalanan
laut dilakukan dengan menggunakan perahu yang dikenal dengan nama perahu Kaladita.
Perahu Kaladita dan perahu pengawalnya yang ditumpangi para prajurit itu melewati jalur laut kadang bersandar dari pantai satu ke pantai yang
lain di sepanjang pantai laut Jawa sambil meminta bantuan dan dukungan dari penduduk sekitar. Ketika
sampai di pantai Kertosari, perahu Kaladita mengalami kerusakan akhirnya bersandar berhari-hari di pantai Kertosari
dan sekitarnya. Setiap bersandar di pantai Kertosari, perahu selalu ditambatkan
( diikatkan) pada sebatang pohon Kepuhbesar yang ada di tepi pantai (
letak sekarang di tanah sebelah barat makam petiran dan pangkal pohon itu
sekarang masiha ada). Sambil memperbaiki perahu sebagian dari prajurit memancing
ikan di laut untuk keperluan makan, ikan besarpun didapat lalu dibakar,
sebagian prajurit juga ada yang menyiapkan sambal untuk bumbu ikan.Setelah
semuanya siap ikan dipecak di atas layahBesar(piring yang terbuat dari
tanah liat), para prajurit beramai-ramai
menikmati makan dengan lauk-pauk ikan bakar. Konon ketika mereka sedang asyik
menikmati hidangan, tiba-tiba ombak menghantam perahu, sontak mereka terkejut
karena layah yang berisi ikanpun ikut
terseret ke laut, namu anehnya ikan yang tinggal kepala dan duri itu hidup
kembali dan berenang sambil mengeluarkan suara opok-opok,opok-opok,opok-opok.
Kejadian aneh ini lansung dilaporkan kepada para penasehat, akhirnya mereka
hanya berharap muda-mudahan ikan dan sisa sambal yang terjebur ke laut kelak bisa
menjadikan bumbu ikan di sekitar laut
ini. Atas do’a dan harapan para prajurit, sejaksaat itu muncul sebutan untuk
wilayah / daerah Opokyang ikanya memiliki rasa lebih gurihdibanding
dengan ikan di desa lain. Sampai sekarang sebutan itu masih tetap melekat digunakan.
![](file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Perahu Kaladita dan
Pengawalnya
![](file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image008.jpg)
![](file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.jpg)
Sultan Agung
HanyokrokusumoDipati Puger Dipati Purbaya
Kertosari
Tempo Dulu
Sebelum tahun 1900
desa Kertosari terbagi atas dua desa yaitu desa Selumbung dan desa Opok
masing-masing memiliki kepala desa. Desa Selumbung dikepalai oleh Warmin dengan gelar Kertojoyo dan desa Opok dikepali
oleh Ranyan dengan gelar Wonotirto. Istri keduanya kakak beradik berasal dari
desa Bumirejo mereka berasal dari empat bersaudara pertama Sumyah Tua menjadi
istri Kami tuwa (Bahu desa ) desa Bumirejo, kedua Rawen menjadi istri Tjatiban
kepala desa Siceleng (sekarang
Tasikrejo), ketiga Tasmi istri Warmin kepala desa Selumbung dan yang ragil
Despah istri Ranyan kepala desa Opok.
Sekitar tahun 1910-1925 kedua desa bergabung
menjadi satu namanya menjadi desa Kertosari, setelah bergabung kedua kakak
beradik berembug untuk menentukan siapa kepala desanya. Hasil rembugan
menentukan bahwa kepala desa dipegang oleh Sang kakak yaitu Warmin dengan gelar Kertojoyo dan Ranyan menjadi
Kami Tuwa
(
Bahu Desa). Waktu itu pemerintahan desa dikendalian oleh penjajah Belanda.
Sekitar tahun 1925 Warmin berhenti karena usianya
yang sudah tua, kemudian diadakan pemilihan kepala desa ala zaman itu dengan
cara rakyat yang hendak memilih duduk di
belakang calonnya, pemenangnya ditentukan oleh banyaknya pemilih yang duduk di
belakang calon. Dari hasil itu Ranyan terpilih mejadi kepala desa dengan gelar
Wonotirto. Pada waktu itu penduduknya Kertosari sangat rukun dan sudah
menanamkan sistem demokrasi, antara
Selumbung dan Opok merupakan kesatuan yang kokoh meskipun dibatasi oleh dukuh
Blendung Wetan.
Setelah
Warmin berhenti dari kepala desa beliau bersama tokoh agama yang lain merintis berdirinya
masjid yang didirikan di tanah wakaf Bapak H. Idris . Mesjid yang baru berdiri
langsung digunakan untuk kegiatan salat berjamaah baik salat fardlu maupaun salat
Jumat bagi warga Kertosari baik dari dukuh Selumbung maupun Opok bahkan dari
dukuh Blendung Wetan. Sekarang masjid itu masih tetap berdiri kokoh setelah
melalui beberapa kali pengembangan dengan nama masjid ALFURQON.
Pemerintahan
yang dipimpin Wonotirto berjalan hingga tahun 1942 saat Jepang memasuki negara
Indonesia melalui berpropaganda manis kepada bangsa Indonesia. Jepang
meyakinkan pada penduduk Indonesia bahwa Jepang adalah saudara tua Asia, Jepang
pelindung Asia dan Jepang cahaya Asia, sehingga dengan tipu muslihatnya yang
jitu itu rakyat Indonesia terkecoh dan membantu Jepang mengusir Belanda dari
Indonesia. Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Jepang menguasai
Indonesia kurang lebih 3,5 tahun, rakyat dibuat sengsara dengan sistem Rodinya,
namun dibalik itu ada segi positif dari penjajah Jepang terutama cara mengatur
air untuk pertanian dan penerapan disiplin kerja. Waktu itu di pantai Kertosari
telah dibangun pemerintahan Jepang menara telepon yang digunakan untuk memantau
jalannya air pertanian. Jepang menerapkan aturan bahwa air sawah harus sampai
ke sawah yang ada di tepi pantai lebih dahulu, setelah sawah di pantai selesai
ditanami padi dan telah terairi dengan
baik, maka baru sawah di daerah tengah dan punggung dialiri air. Pada program
kerjantara para pemuda waktu itu termasuk pemuda Kertosari banyak yang
diberangkatkan sebagai tenaga kerja untuk keperluan Jepang dii Kalimantan,
namun sistem yang baik itu hanya untuk keperluan yang sangat menguntungkan
Jepang sedangkan rakyat Indonesia tetap
sengsara.
Tahun
1943 Wonotirto berakhir masa jabatannya, kemudian diadakan pemilihan kepala
desa dengan pengamatan pemerintah
Jepang. Hasil Pemilihan kepala desadimenangkan Moh. Ali (Pak Ali ) dengan gelar
Kertowijoyo.
Waktu
itu di Kertosari sudah banyak orang yang pinter dalam bidang agama Islam salah
satunya adalah KH Mahbub, beliau asli dari Padek yang menjadi menantu KH
Amin. Waktu itu beliau mulai merintis pendidkan pondok pesantren dan memiliki
santri yang cukup banyak baik dari desa Kertosari sendiri maupun desa tetangga
bahkan banyak santri yang datang dari
daerah pegunungan seperti Bodeh, Watukumpul, Belik dan sekitarnya, bahkan dari
luar Pemalang untuk berguru menimba ilmu
agama di pondok pesantren Beliau. Ketenaran dan kharisma Beliau dapat dirasakan
oleh penduduk Kertosari dan skitarnya bahkan diakui sebagai Kiyai kabupaten
oleh pemerintah kabupaten Pemalang. Santri warga selumbung saat itu sangat
patuh terdadap agama, anak-anak kecilnya sudah dikenal ahli puasa terutama di
bulan Romadan, tidak semua pemuda dari lain desa berani menikah dengan gadis Selumbung
kalau tidak benar-benar menguasai ilmu agama takut tidak bisa diterima oleh
calon mertuanya, benar-benar desa religius. Dari ilmu yang beliau ajarkan
disebarluaskan oleh para santrinya baik didesa Kertosari sendiri maupun di
daerah asal santri berguru dan para alumni pondok beliau mendirikan pondok dan
TPQ di desa masing-masing hingga sampai sekarang perjuangan KH Mahbub masih
dikenang meskipun beliau sudah wafat.
Pemerintahan
berjalan lancar dengan kawalan penjajah Jepang hingga tahun 1945. tahun 1945
Bangsa Indonesia merdeka dan kepala desa masih tetap dipegang Moh. Ali. Namun Belanda
diam-diam mengamati perjalanan pemerintahan baru Indonesia yang masih lemah dan
mencari celah-celah untuk bisa memasuki kembali negara Indonesia dan menjajahnya
kembali. tahun 1948 Belanda mengadakan
Agresi militer, ingin menguasai wilayah Indonesia lagi dan berhasil menduduki
Indonesia kembali. Pemerintahan yang dipimpin Moh. Alipun kacau dan semua pegawai yang waktu itu dipandang
memihak pemerintah Republik disingkirkan termasuk kepala desa Moh. Ali,
sehingga kepala desa waktu itu kosong
karena Moh Ali menjadi buron Belanda,
akhirnya kepala desanya dipercayakan kepada Masdan hingga tahun 1949. Namun pemerintah
pendudukan Belanda yang kedua hanya berjalan satu tahun. Tahun 1949 Belanda
dapat disingkirkan lagi oleh bangsa Indonesia dan Moh. Ali kembali menjabat
kepala desa, namun tidak dengan pemilihan hanya dikukuhkan oleh para tokoh desa.
Penduduk
Kertosari pada waktu itu sudah mulai tertata baik ekonomi maupun pendidikan
terbukti meskipun waktu itu sudah berdiri Sekolah Rakyat (SR) Opok yang hanya
memiliki dua ruang kelas tinggalan Belanda, dan hanya memiliki tiga kelas I,
II, dan III sedangkan untuk anak - anak yang naik ke kelas IV harus berpindah
sekolah di SR Kaliprau. Melihat kondisi yang demikian akhirnya Kepala desa
merintis berdirinya madrasah di wilayah Selumbung.Bangunan dibuat menggunakan
alat seadanya seperti pohon turi, bambu dan atapnyapun menggunakan daun welit
(daun bulung sejenis aren). Pagi hari madrasah digunakan untuk murid SR yang
sudah memasuki kelas IV, V, dan VI, sehingga waktu itu anak – anak yang naik ke
kelas IV tidak lagi bersekolah di SR Kaliprau,sedangkan sore harinya digunakan
untuk madrasah bagi anak-anak yang menghendaki, siswa madrasah waktu itu tidak
hanya ana – anak Kertosari saja melainkan ada yang dari luar desa sepert
Blendung, Pamutih, dan Kaliprausiwanyapun cukup banyak dengan diajar oleh
ustad-ustad putra desa.
Di
samping mdrasah Moh. Ali juga merintis keberadaan lapangan sepak bola bagi pemudanya,
kegiatan ini disambut baik oleh semua warga sehingga lahir PS Sinar Laut.
Pemerintahan Moh. Ali berakhir sampai tahun 1952. Tahun 1952 Kembali penduduk
Kertosari mengadakan pemilihan kepala desa dan terpilih waktu itu Ashari
menantu dari Warmin. Pemerintahan yang dipimpin Ashari berjalan lancar, aman
dan rakyatnyapun sudah mulai maju baik pertaniannya maupun perdagangan terutama
berdagang Kain belaco (mori) dan melati. Mereka sudah memperdagangkan
dagangannya hinga ke Pekalongan dan Pekajangan. Pada waktu Ashari menjabat
kepala Desa adikbeliau KH Yusuf juga menggantikan posisi KH. Mahbub yang
sudah tua menjadi nadlir masjid dan mengajarkan ilmu agama sehingga bertambah
pula tempat untuk menimba agama di desa Kertosari waktuitu. Ketenaran dan
kharisma dari bapak KH Yusuf juga dirasakan oleh masyarkat Kertosari dan
sekitarnya bahkan wilayah kabupaten Pemalang terutama ilmu khisabnya dan beliau
juga diangkat sebagai kiyai kabupaten Pemalang.
Setelah tidak menjabat kepala desa,
sekitar tahun 1960 Moh. Ali menekuni pertanian dengan menanam melati gambir dan
melati biasa di tanah pantai dukuh Opok.
Selama bertani di dukuh Opok Moh. Ali bersama dengan kyai Samsuri, dan kyai
Tabin merintis masjid di dukuh Opok dengan menghimpun warga di sekitar untuk
salat berjamah dan salat Jumat di sebuah musola kecil yang sudah dirintis oleh KH.Abdul
Latif(ayah dari kyai Samsuri) lebih dulu. Pada waktu itu di desa Kertosari
hanya memiliki satu masjid dan letaknya di ujung selatan dukuh Selumbung,cukup
jauh sekitar 3 km dari beliau bertani.
Sekarang masjid yang tadinya berupa musolla berubah menjadi masjid besar yang
dapat menampung jamaah 1.000 jama’ah dengan nama Masjid AT-TAQWA.
Awalnya
pada tahun 1940 masjid yang dirintis Moh. Ali hanya berupa musola yang didirikan
di tanah wakaf KH Abdul Latif. Keberadaan musola itu memberi inspirasi awal
perkembangan agama Islam di dukuh Opok, di samping digunakan untuk salat
berjamaah setiap malamnya digunakan untuk mengajar ilmu agama seperti mengaji,
salat, dan ibadah lainnyadengan bimbingan KH abdul Latif.
Sekitar
tahun 1950 karena faktor usia KH. Abdul Latif diganti oleh putranya Kyai
Samsuri dan juga Kyai Tabin untuk meneruskan da’wah sang ayah dengan mengajar
mengaji, salat pada generasi waktu itu. Peran musola waktu itu tidak hanya
digunakan untuk ibadah saja tetapi diwaktu malam digunakan untuk tidur para
pemuda santri di lingkungan musola itu karena mereka lebih senang tidur di
musola dari pada di rumahnya sambil berjamah salat Subuh.
Sekitar tahun 1960
Moh. Ali mendirikan rumah di sebelah utara masjid sekaligus menjadi nadlir
masjid. Sekitar tahun 1965 Kyai Samsuri berpidah rumah 400 m ke arah selatan
dari arah masjid. Di tempat baruKyai Samsuri juga mendirikan musola yang sampai
sekarang masih ada dan digunakan kegiatan da’wah oleh putranya KH. ahmad Rozi.
Sekitar tahun 1970
Moh. Ali kembali ke dukuh asal yaitu Selumbung dan perjuangan da’wahnya
diteruskanoleh Kyai Tabin dan putra Moh.
Ali yaitu Kyai Hasan hingga tahun 1976. Tahun 1976 Kyai Hasan mengikuti program
pemerintah pindah ke Sumatera, perjuangan da’wah diteruskan Kyai Tabin. Tahun
..... Kyai Tabin meninggal, perjauangan
da’wah dilanjutkan oleh KH. Ahmad Rozi
hingga sekarang.
Kertosari Tempo Sekarang
Kertosari merupakan
desa yang letaknya di pantai Laut Jawa
yang terletak antara 6° LU dan 109° BT.
Luas wilayahnya 1,8 km2 dengan
jumlah penduduk sekitar 4.050 jiwa, terdiri 2.050 laki-laki dan 2000 jiwa
perempuan dan merupakan penduduk yang
majemuk.Sekitar 40 % berasal dari luar desa Kerosari karena perkawinan. Mata
pencaharian utama adalah nelayan dan pertanian, terutama bertanam melati, padi
dan sebagian lagi polowijo. Pertanian melati desa Kertosari dapat menjadi
sentral pedagang melati baik pedagang asli penduduk desa Kertosari maupun pedagang
desa sekitar seperti dari desa Kaliprau,
Blendung, Bumirejo, bahkan menjadi incaran pedagang dari daerah Batang, dan
Weleri untuk di bawa ke pasar kembang kota Semarang karena melati Kertosari
memiliki mutu lebih baik dibanding dengan melati di desa sekitarnya. Setiap bulan
Sya’ban, Dhulhijjah, dan Maulud melati Kertosari
juga menopang sekitar 1 ton kebutuhan bunga melati pasar Solo dan Bringharjo
Yogyakarta setiap harinya.
Semula bunga melati
hanya dibutuhkan oleh pabrik teh untuk pengharum bahu dan rasa khas teh, namun karena adanya kebutuhan hidup
manusia modern dan perkembangan tehnologi, bunga melati bisa dibuat minyak
melati melalui fermentasi. Di samping menopang sebagian kebutuhan pasar kembang
di kota semarang, melati desa Kertosari juga mempunyai andil besar pada
perdagangan Ekspor bunga melati melalui
olahan yang dikenal dengan istilah ronce. Setiap hari para ekportir bunga
melati meronce dengan berbagai bentuk. Roncenan yang juga dilakukan oleh tangan-tangan
terampil penduduk desa Kertosari mulai dari anak-anak hingga orang tua dan bisa
menambah penghasilan bagi warga Kertosari.Setelah menjadi ronce melati
dimasukkan ke dalam bok dan diisi dengan
es batu yang sudah dihancurkan kemudian dikemas dan di eksport ke negara
Malaysia, Singapura, Hongkong, India, dan Thailand melalui bandara Soekarno
Hatta. Dengan demikian peranan melati desa Kertosari sangan berarti bagi
penduduk pada khususnya dan devisa negara pada umumnya. Selain penduduk
Kertosari sendiri penduduk desa lain seperti penduduk desa Kaliprau, Bumirejo,
Pamutih ,dan Blendung banyak juga yang berminat menanam melati di desa
Kertosari dengan cara, ada yang membeli tanah dan ada yang menyewa tanah dalam
kurun waktu tertentu.
Batas wilayah sekarang meliputi :
1. Sebelah utara laut
Jawa;
2. Sebelah selatan
desa Bumirejo dan desa Pamutih;
3. Sebelah timur desa
Kaliprau;
4. Sebelah Barat desa
Blendung.